Opini: Rekonsiliasi Nai Hawolok Oleh Yelipele Ponto
JAKARTA, Tribuntujuwali.com
Secara harfiah, Nai Artinya Rumahku, Tempatku, Wilayahku dan Hawolok Artinya tenang, jangan goyang/goyah, tidak goyang/goyah. Secara makna bahasa, Nai Hawolok Artinya :
Damailah negeriku, Damailah tanahku atau Tentramlah alamku. Makna kontekstual, penggunaan kata ini dalam kebiasaan masyaraka adat di lembah baliem wamena adalah penyemangat diri dan kelompok dalam situasi tertentu (perang suku. Musibah, dan lainnya). Ungkapan penyemangat yang juga mengandung doa, melibatkan leluhur dan alam.
kata yelipele Ponto dalam keterangan tertulis kepada wartawan (28/11/23)
Ritual adat setiap honai klan, suku, aliansi, maupun konfederasi untuk kesuburan, kesehatan, keamanan, inisiasi anak laki-laki maupun acara pernikahan menjadi prasyarat dan tujuan dalam konteks ini. Peristiwa apapun selalu ada mekanisme penyelesaiannya, karena struktur, fungsi, dan peran dalam honai berjalan dengan baik.
Makna/nilai “Nai Hawolok” mesti di konversi dalam perkembangan kehidupan saat ini, peran dan fungsi Honai adat dalam menjaga manusia dan alam sudah bergeser pada tuntutan iman pada agama serta kapitalisme. Akulturasi antara adat, agama, dan modernime tidak berjalan dengan baik di lembah baliem wamena, dan umumnya di wilayah Papua pegunungan (Lapago), maka dapat kita jumpai secara kasat mata kesenjangan sosial ekonomi pada kehidupan masyarakat adat Papua Pegunungan dewasa ini.
Pasca hadirnya DOB Provinsi Papua Pegunungan sampai satu tahun berjalan ini semakin nyata terlihat ketidakberdayaan masyarakat adat wilayah Papua Pegunungan untuk menempatkan diri sebagai agen sekaligus pelaku dalam semua aspek, karena secara kuantitas dan kualitas belum siap dan atau disiapkan. Korelasi dari fakta-fakta aktual tersebut menempatkan wilayah Papua pegunungan Darurat Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur dasar, dan juga darurat keamanan.
Rekonstruksi pola pendekatan dan pembangunan harus sesuai dengan nilai dan daya/kemampuan dasar yang ada pada masyarakat adat Lapago, dan Lembah Baliem Wamena sebagai Ibu Kota Provinsi Papua Pegunungan dan dalam pada itu, beberapa tahun terakhir kota wamena telah menampakan wajah yang sangat miris dengan intensitas serta angka kriminal yang sangat tinggi (pembunuhan, seks bebas, minuman keras, judi/togel, peminta-minta dll). Angka pengidap HIV/AIDS sangat tinggi disertai angka kematian.
Paguyuban-paguyuban yang berperan sebagai pelaku pembangunan pada hamper semua sektor mesti terlibat langsung dalam proses ini, kedua belah pihak mesti saling memaafkan sebagai bentuk refleksi atas kekeliruan dan juga kehilafan masing-masing di masa lalu, puncak dari rangkaian Rekonsiliasi adalah “Deklarasi Damai Dalam Keberagaman”. Sebagaimana Moto Pemda Jayawijaya YOGOTAK HOWULUK MOTOK HANOROGO, maka setiap insan yang ada di Kota wamen berkewajiban atas terciptanya Wamena yang Damai, Aman, Nyaman, dan Indah (DANI), maka pada kesempatan pertama bertugasnya Pj Gubernur Dr. Velix Vernando Wanggai mesti di awali dengan REKONSILIASI NAI HAWOLOK.
Sumber: Yelipele Ponto
Penulis Koordinator Forum Rekonsiliasi Nai Hawolok dan Peduli Pembangunan Provinsi Papua Pegunungan
0Comments