Alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mencopot Kapolres Pinrang, Sulawesi Selatan, AKBP Andiko Wicaksono S.I.K. Menurutnya, Andiko tidak layak jadi pemimpin satuan di lingkungan Polri yang semestinya melayani, mengayomi, dan melindungi rakyat.
“Tugas institusi Polri itu, dari tingkat tertinggi Mabes Polri hingga unit terendah, Subsektor dan Babhinkantibmas, adalah untuk melayani, mengayomi, dan melindungi rakyat. Tidak ada dalam aturan perundangan manapun yang terkait Polri yang mengatakan bahwa tupoksi Polri adalah melayani, mengayomi, dan melindungi anggota Polri. Yang ada secara jelas dan tegas adalah bertugas untuk rakyat, dan untuk inilah mereka dibayar oleh rakyat,” jelas Wilson Lalengke dalam pernyataan persnya, Jumat, 11 Oktober 2024.
Hal itu diungkapkannya terkait dengan penghentian penyelidikan atas kasus penganiayaan yang dilaporkan korban penganiayaan, Andi Edy Syandy, beberapa lalu. Laporan Pengaduan Masyarakat (Lapdumas) tertanggal 26 Juni 2024 yang dilayangkan oleh korban telah dihentikan penyelidikannya oleh Polres Pinrang pada 3 September 2024.
“Sudah sangat jelas dari video yang beredar bahwa warga Jl. Musang, Kelurahan Maccorawalie, Kecamatan Watang Sawitto, Pinrang itu mengalami penganiayaan, penyerangan secara fisik, diseret beramai-ramai oleh segerombolan wereng coklat suruhan wercok betina Kompol Anita Taherong. Bahkan korban sempat pingsan dan hampir mati, menyebabkan para penyerang berhenti menganiaya dan menjauhi korban karena takut melihat kondisi korban yang menghawatirkan itu. Lah, penyidik Polres Pinrang mengatakan tidak ada unsur pidana. Gile benerrr…” ungkap tokoh pers nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi itu.
Sehubungan dengan itu, lanjutnya, dia menduga kuat Kompol Anita melakukan intervensi atas kasus tersebut agar dia selamat. Ajaibnya, Kapolres Andiko Wicaksono tidak ubahnya seperti kerbau dicucuk hidung, mau saja mengikuti kemauan si wercok betina itu.
“Apakah Kapolres Pinrang menderita sakit mata sehingga tidak bisa melihat tindakan brutal penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan anak buahnya terhadap warga yang membelikan celana dalamnya si Kapolres itu? Terlalu naif, sudah buta hati nurani kalian, tidak lagi bertugas mengayomi dan melindungi rakyat, tapi justru menjadi pembela anggotanya yang telah melakukan tindak pidana berat,” sebut Wilson Lalengke dengan nada emosi.
Sebaliknya, laporan wercok Anita ke Polda Sulsel tempat dia bekerja tentang penyebaran video yang berisi penganiayaan yang dilakukan terhadap korban, malahan pengaduan wercok betina itu yang diproses lanjut. “Jika Kapolri tidak membenahi proses penegakan hukum dalam kasus ini, hal itu akan menjadi pertanda buruk bagi kondisi hukum di Indonesia secara nasional. Bagaimana mungkin perekaman dan penyebarluasan video tentang penganiayaan warga dipersalahkan, sementara tindakan penganiayaan itu sendiri dianggap benar. Negara hukum macam apa ini boss?” tutur lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England, ini.
Melihat gelagat penerapan hukum yang kacau-balau di Polda Sulawesi Selatan itu, Wilson Lalengke menyerukan kepada seluruh warga masyarakat agar bersatu melawan kezoliman aparat wereng coklat yang semena-mena terhadap anggota masyarakatnya. “Saya menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, terutama di Sulawesi Selatan, agar jangan diam saja ketika melihat kezoliman yang dilakukan aparat terhadap warga masyarakat di sekitarnya. Ayo bersatu, lawan setiap bentuk kezoliman aparat terhadap anggota masyarakat di lingkungan Anda. Contoh, Kapolda Sulsel baru-baru ini dipindahkan karena zolim ke warga dan wartawan,” jelas wartawan senior ini mengakhiri pernyataan persnya.
(Red)
0Comments