Dana Keamanan Rp12 Juta ke Karang
Taruna: Cacat Administrasi Disapu Rapi, Polsek Pabedilan Jadi Fasilitator Bukan Penegak Hukum
CIREBON, Tribuntujuwali.com
19/7/2025. Polemik aliran dana keamanan senilai Rp12 juta per bulan kepada Karang Taruna Desa Sidaresmi dan Kalibuntu, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, kini menjadi sorotan tajam publik. Alih-alih menjadi mitra pembangunan, Karang Taruna justru terlibat praktik-praktik gelap yang sarat pelanggaran administrasi. Lebih mengherankan lagi, Polsek Pabedilan yang seharusnya menjadi penegak hukum, justru memilih duduk sebagai fasilitator mediasi, bukan sebagai pengusut kejanggalan.
Surat pernyataan yang dibuat belakangan, berisi pengakuan bahwa dana tersebut adalah “upah kerja” dari pihak perusahaan, seolah menjadi tameng yang menutupi banyaknya pelanggaran yang terjadi sebelumnya. Fakta bahwa dana tersebut dikirim langsung ke rekening pribadi, bukan ke rekening resmi organisasi, jelas menyalahi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Tidak ada legalitas kerja sama tertulis yang sah. Tidak ada surat keputusan. Tidak ada tanda tangan pengurus resmi. Semua proses administratif cacat. Namun ironisnya, alih-alih menindak, Polsek Pabedilan justru memediasi, seolah semua bisa diselesaikan hanya dengan secarik surat damai.
Tokoh pemuda Cirebon, R. Hamzaiya S. Hum, dengan tegas mengecam tindakan pembiaran ini.
“Ini bukan sekadar salah prosedur. Ini penyalahgunaan organisasi untuk kepentingan pribadi, yang diperparah dengan sikap lembek aparat. Polsek bukan lembaga konsiliasi. Ketika pelanggaran administratif dibiarkan tanpa proses hukum, kita harus bertanya: siapa yang dilindungi dan siapa yang dikorbankan?” ujarnya.
Lebih lanjut, Hamzaiya menilai bahwa Karang Taruna di wilayah-wilayah industri kini justru mengalami pembusukan fungsi. Ditinggalkan pembinaan, dibiarkan liar, dan akhirnya dipakai sebagai alat negosiasi ekonomi oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
“Mereka pakai nama Karang Taruna, minta uang keamanan, tapi pakai rekening pribadi? Ini modus. Bukan kerja sosial. Dan lebih berbahaya lagi: negara tahu, tapi diam.”
Kasus ini menjadi bukti nyata lemahnya penegakan hukum di level desa. Ketika organisasi sosial digunakan sebagai alat transaksi gelap, dan aparat justru memediasi, maka yang dikhianati bukan hanya hukum, tapi juga kepercayaan publik.
Pertanyaannya sekarang: siapa yang berani bertindak? (Red/Tim)
0Comments