DBH Sulawesi Utara Alami Pemangkasan Tahun 2026, Aktivis BMR Abo Mokoginta Minta Pemerintah Pusat Transparan dan Beri Solusi Afirmasi
Jakarta, Tribuntujuwali. Com
28/11/2025. Pemerintah pusat dipastikan akan melakukan pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Provinsi Sulawesi Utara pada tahun anggaran 2026. Informasi ini memicu perhatian berbagai pihak, terutama karena DBH merupakan salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan daerah, termasuk kabupaten/kota di kawasan Bolaang Mongondow Raya (BMR) yang saat ini tengah memperjuangkan percepatan pembangunan dan kesiapan menuju pembentukan Provinsi BMR.
Pemangkasan DBH tersebut disebut sebagai dampak dari sejumlah faktor penting. Pertama, adanya penurunan penerimaan negara, terutama dari sektor pajak dan sumber daya alam yang belum kembali stabil akibat fluktuasi ekonomi nasional. Kedua, penyesuaian kebijakan fiskal pemerintah yang memprioritaskan penguatan APBN 2026 untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan mendanai program-program strategis nasional. Ketiga, realokasi anggaran untuk daerah-daerah yang dinilai membutuhkan intervensi lebih besar sesuai prioritas pembangunan nasional.
Menanggapi kebijakan ini, salah satu aktivis BMR, Rahmat Abo Mokoginta, yang akrab disapa Abo Mokoginta, menyampaikan kekhawatirannya sekaligus memberikan kritik konstruktif. Ia menilai pemangkasan DBH berpotensi menghambat percepatan pembangunan di BMR, terutama pada sektor infrastruktur dasar, pelayanan publik, dan agenda strategis persiapan pemekaran provinsi.
“Pemangkasan DBH tentu akan berdampak langsung pada kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan. Pemerintah pusat harus transparan terkait dasar perhitungan, formula, dan alasan teknis pemangkasan ini. Jangan sampai daerah seperti BMR yang sedang berjuang meningkatkan kontribusi ekonomi malah dianaktirikan,” tegas Abo Mokoginta.
Abo Mokoginta menekankan bahwa pemangkasan saja bukanlah solusi. Menurutnya, pemerintah pusat perlu menyiapkan langkah konkret yang dapat mengurangi dampak pemotongan anggaran terhadap pembangunan daerah. Ia mengusulkan beberapa solusi afirmatif, antara lain:
Memberikan skema kompensasi melalui penambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) tematik untuk infrastruktur dan layanan dasar.
Menyiapkan Dana Transisi bagi daerah yang sedang dalam proses perjuangan pemekaran seperti BMR.
Mengevaluasi ulang porsi DBH, terutama bagi daerah penghasil atau daerah yang kontribusi ekonominya terus meningkat.
Melibatkan pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan fiskal agar keputusan terkait pemangkasan tidak dibuat sepihak.
“BMR adalah salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, dan dukungan anggaran merupakan bagian dari keadilan fiskal. Pemerintah pusat tidak boleh hanya fokus memangkas, tetapi juga memastikan adanya solusi yang adil, terukur, dan berpihak pada daerah-daerah berkembang,” tambahnya.
Selain itu, Abo Mokoginta juga mendorong pemerintah daerah di Sulawesi Utara untuk bersatu menyuarakan kepentingan bersama, termasuk meminta kejelasan resmi terkait besaran pemangkasan serta dampaknya terhadap program pembangunan 2026. Menurutnya, advokasi kolektif antara pemprov dan kepala daerah se-BMR dapat memperkuat posisi tawar di hadapan pemerintah pusat.
Sementara itu, sejumlah kepala daerah di Sulawesi Utara juga tengah menunggu penjelasan formal dari Kementerian Keuangan terkait detail besaran pemangkasan dan penyesuaian anggaran yang akan mempengaruhi rencana pembangunan daerah.
Masyarakat kini menaruh harapan besar agar pemerintah pusat dapat menghadirkan langkah-langkah solusi yang tidak menghambat pembangunan di Sulawesi Utara—terutama di kawasan BMR yang terus bergerak menuju pembentukan provinsi baru.
(red)
0Comments