Pembiaran Mafia Pasir ilegal di Bida Asri 3 : DLHK dan Pemerintah Batam Dianggap Gagal Total Jaga Aset Negara!
BATAM, Tribuntujuwali. Com
3 Desember 2025 – Kejahatan lingkungan yang menghancurkan Hutan Bakau Bida Asri 3 di Kecamatan Nongsa, Batam, telah mencapai titik kritis. Operasi penambangan dan pencucian pasir ilegal (Galian C) yang masif dan terang-terangan ini, alih-alih dihentikan, justru terkesan dipelihara oleh Pemerintah Daerah Batam dan khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK). Publik menilai, pembiaran ini bukan lagi bentuk kelalaian, melainkan kegagalan sistemik yang berbau dugaan suap dan bekingan oknum berpengaruh.
DLHK, sebagai institusi yang secara konstitusional diamanatkan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan hutan, kini dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas keruntuhan ekosistem bakau.
"Ini bukan hanya kasus pencurian, tapi pengkhianatan terhadap mandat negara. Aktivitas ilegal sebesar ini, yang melibatkan alat berat dan menjarah kawasan lindung, tidak mungkin terjadi tanpa kebutaan kolektif dari DLHK. Di mana tim pengawas? Kenapa sanksi administratif (penghentian, pencabutan izin) tidak pernah dikeluarkan? Keheningan DLHK sama dengan melegalkan perampokan sumber daya alam," kritik seorang aktivis lingkungan.
Perusakan hutan bakau Bida Asri 3, yang merupakan benteng alami dari abrasi dan mitigasi bencana, secara langsung melanggar Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 dengan ancaman pidana dan denda maksimal Rp100 Miliar. Kegagalan DLHK dalam bertindak membuat denda fantastis ini seolah hanya menjadi angka fiksi di atas kertas.
Pemerintah Daerah Batam dan lembaga regulator seperti BP Batam kini berada di bawah sorotan tajam. Pembiaran ini menelanjangi ketidakmampuan Pemda dalam menjaga aset publik.
* Penyalahgunaan Wewenang: Publik menduga kuat bahwa mandulnya penindakan bukan karena tidak mampu, tetapi karena enggan bertindak. Dugaan adanya "atensi" atau suap yang diterima oknum di birokrasi, membuat mereka secara sengaja buta, tuli, dan bisu terhadap praktik kejahatan ini.
* Melanggengkan Impunitas: Sikap pasif Pemda telah memberikan karpet merah kepada para mafia pasir untuk beroperasi dengan impunitas total. Hal ini menciptakan preseden buruk: di Batam, kejahatan dengan ancaman denda Rp100 Miliar bisa dibiarkan berjalan mulus.
Masyarakat Batam menuntut aksi segera dan tanpa kompromi:
* Razia Tuntas dan Sita Aset: Aparat Penegak Hukum (APH) dan DLHK harus segera melakukan razia gabungan, menyita seluruh alat berat di lokasi, dan mengamankan barang bukti.
* Usut Tuntas Jaringan: Jaringan mafia ini harus diusut hingga ke pemilik modal dan oknum birokrat/aparat yang memberikan bekingan. Terapkan sanksi pidana dan denda maksimal Rp100 Miliar.
* Audit Kinerja DLHK: Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan audit integritas dan kinerja terhadap oknum di DLHK dan Pemda Batam yang diduga terlibat dalam pembiaran kejahatan lingkungan ini.
Publik memberikan ultimatum: Keheningan institusi dalam menghadapi perampokan ini hanya akan ditafsirkan sebagai persetujuan diam-diam, yang berarti mereka adalah bagian dari masalah, bukan solusi.
( Prima)
0Comments